Kamis, 29 Oktober 2015

SEBAB-SEBABNAIK TURUNNYA IMAN
DAN CARA MENINGKATKAN KEIMANAN

Cara menaikkan kadar iman
1. Pelajarilah berbagai ilmu agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits
a. Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan renungkan maknanya
Ayat-ayat Al-Qur’an memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing orang yang sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu menggetarkan kulit seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Qur’an mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari ketenangan.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS, Shaad 38:29)
”Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (QS, al-Israa’ 17:82)
b. Pelajarilah ilmu mengenai Asma’ul Husna, Sifat-sifat Yang Maha Agung.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat sehingga iapun secara cermat memenuhi berbagai persyaratan yang diminta Allah untuk bisa bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah).
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh Tuhannya secara lembut dan sabar.
c. Pelajari dengan cermat sejarah (Siroh) kehidupan Rasulullah SAW.
Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah, akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah.
Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah saw balik bertanya : “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “Wahai Rasulullah, aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah saw menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim) Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah SAW. Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai Rasulullah SAW.
d. Mempelajari Jasa-jasa dan Kualitas Agama Islam
Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya.
e. Mempelajari Kehidupan Orang-orang Sholeh (generasi Shalafus Sholihin, para sahabat Rasulullah SAW, murid-murid para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in)
Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman kini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud. Umar r.a. pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya. Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.
2. Renungkanlah tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam (ma’rifatullah)
Singkirkan dulu kesombongan akal kita, renungkan secara tulus bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa yang mampu menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon dan sel-sel atom.
Renungkan pula rahasia dan mukjizat Qur’an. Salah satu keajaiban Al Qur’an adalah struktur matematis Al Qur’an. Walau wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika seluruh wahyu lengkap maka ditemukan bahwa kata tunggal “hari” disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak hari disebut sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan. Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Kata Saa’ah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama dengan jumlah jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan ribu kata yang tersusun indah. Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari sisi pandang lainnya yang membuktikan bahwa itu bukan karya manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini yang membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat sempurna dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia, pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini.
3. Berusaha keras melakukan amal perbuatan yang baik secara ikhlas
Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan amalan-amalan ini.
a. Amalan Hati
Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir, prasangka buruk dan sebagainya.
b. Amalan Lidah
Perbanyak membaca Al-Qur’an, zikir, bertasbih, tahlil, takbir, istighfar, mengirim salam dan sholawat kepada Rasulullah dan mengajak orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran.
c. Amalan Anggota Tubuh
Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk sholat berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria).
SEBAB-SEBAB TURUNNYA KADAR IMAN :
Sebab-sebab dari dalam diri kita sendiri (Internal) :
1. Kebodohan
Kebodohan merupakan pangkal dari berbagai perbuatan buruk. Seseorang berbuat jahat boleh jadi karena ia tak tahu bahwa perbuatan itu dilarang agama, atau ia tidak tahu ancaman dan bahaya yang akan dihadapinya kelak di akhirat, atau ia tidak tahu keperkasaan Sang Maha Kuasa yang mengatur denyut jantungnya, mengatur musibah dan rezekinya.
2. Ketidakpedulian, keengganan dan melupakan
Ketidakpedulian menyebabkan pikiran seseorang diisi dengan hal-hal duniawi yang hanya ia sukai (yang ia pedulikan), sedangkan yang bukan ia sukai tidak diberi tempat dipikirannya. Ini menyebabkan ia tidak ingat (dzikir) pada Allah, sifatnya tidak tulus, tidak punya rasa takut dan malu (kepada Allah), tidak merasa berdosa (tidak perlu tobat), dan bisa jadi ia menjadi sombong karena tidak merasakan pentingnya berbuat rendah hati dan sederhana.
Kengganan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan padahal ia tahu hal itu telah diperintahkan Allah, maka ia termasuk orang yang men-zhalimi (melalaikan) dirinya sendiri. Allah akan mengunci hatinya dari jalan yang lurus (al-Kahfi 18:5), dan ia akan menjadi teman syeitan (Thaaha 20:124).
Melupakan kewajiban dan kepatuhan seseorang dalam beribadah berawal dari sifat lalai atau lemah hatinya. Waktu dan energinya harus didorong agar diisi lebih banyak dengan perbuatan amal sholeh, kalau tidak maka kesenangan duniawi akan semakin menguasai dirinya hingga ia semakin jauh dari ingat (dzikir) kepada Allah.
3. Menyepelekan dan melakukan perbuatan dosa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menyepelekan (tidak patuh terhadap) perintah dan larangan Allah. Perbuatan dosa umumnya dilakukan secara bertahap, misalnya dimulai dari zinah pandangan mata yang dianggap dosa kecil kemudian berkembang menjadi zinah tubuh. Dosa-dosa kecil yang disepelekan merupakan proses pendidikan jahat (pembiasaan) untuk menyepelekan dosa-dosa besar. Karena itu basmilah dosa-dosa kecil selagi belum tumbuh menjadi dosa besar.
4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia. Adalah sungguh merugi orang-orang yang jiwa jahatnya menguasai tubuhnya. Seperti sabda Rasulullah, “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”. Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
Sebab-sebab dari luar diri kita (External) :
1. Syaitan
Syaitan adalah musuh manusia. Tujuan syaitan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah maka ia menjadi sarang syaitan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah, membujuknya melakukan dosa.
2. Bujukan dan rayuan dunia
Allah SWT berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid 57:20).
Tujuan hidup manusia seluruhnya untuk akhirat. Apapun kegiatan dunia yang kita lakukan, seperti mencari nafkah, menonton TV, bertemu teman dan keluarga, seharusnya semua itu ditujukan untuk meraih pahala akhirat. Tidak secuilpun dari kegiatan duniawi boleh dilepaskan dari aturan main yang diperintahkan atau dilarang Allah. Ibnul Qayyim mengibaratkan hati sebagai suatu wadah bagi tujuan hidup manusia (akhirat dan duniawi) dengan kapasitas (daya tampung) tertentu. Ketika tujuan duniawi tumbuh maka ia akan mengurangi porsi tujuan akhirat. Ketika porsi tujuan akhirat bertambah maka porsi tujuan duniawi berkurang. Dalam situasi dimana tujuan dunia menguasai hati kita maka hanya tersisa sedikit porsi akhirat di hati kita, dan inilah awal dari menurunnya keimanan kita.
3. Pergaulan yang buruk
Rasulullah bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Seorang teman yang sholeh selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah, karenanya ia selalu mengajak siapa saja orang disekitarnya untuk menuju kepada kebaikan dan mengingatkan mereka bila mendekati kemungkaran. Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat.
Menaikkan kadar iman bukanlah suatu pekerjaan mudah, karena begitu banyak usaha (menuntut ilmu, amalan-amalan) yang harus kita lakukan disamping godaan (syaitan, duniawi) yang akan kita hadapi. Paling tidak kita termasuk orang-orang yang lebih beruntung dibanding orang lain yang belum sempat mengetahui “sebab-sebab naik-turunnya iman” dalam tulisan ini. Mari kita ingatkan teman-teman kita dengan menyebarkan tulisan ini.

Rabu, 07 Oktober 2015

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sujud sahwi (سجود السهو) adalah bagian ibadah Islam yang dilakukan di dalam shalat. Sujud sahwi merupakan dua sujud yang dilakukan oleh orang yang shalat untuk menggantikan kesalahan yang terjadi di dalam shalatnya karena lupa (sahw).
Penyebabnya dilakukannya Sujud sahwi ada tiga yaitu:
1. Menambahkan sesuatu (az-ziyaadah), 
2. Menghilangkan sesuatu (an-naqsh), dan 
3. Dalam keadaan ragu-ragu (asy-syak) di dalam Shalat.
Nabi saw. juga pernah lupa di dalam shalat. Hal ini ada keterangannya, bahkan beliau sendiri bersabda: 
إِ نَّــمَا أَ نَـا بَـشَــرٌ أَ نَـسِى كَــمَا تَــنْـسَــوْ نَ : فَـإِ ذَ ا نَـسِـيْتُ فَـذَ كِّــرُوْ نـِىْ
"Saya ini hanyalah manusia biasa, saya juga lupa sebagaimana tuan-tuan lupa. Oleh sebab itu jika saya lupa, maka ingatkanlah!(H.R.Bukhari dan Muslim).

1. Cara Mengerjakannya

  • Sebelum atau sesudah salam. Sujud Sahwi dilakukan dengan dua kali sujud sebelum salam atau sesudahnya oleh seseorang yang sedang bershalat. Kedua cara ini memang diajarkan oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits shahih dari Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah saw. bersabda:  إِذَا شَـكَّ أَحَـدُ كُــمْ فـِى صَـلاَ تـِـهِ فَــلَـمْ يـَـدْرِكُــمْ صَــلَّى، ثَــلاَ ثَـا أَ مْ أَرْ بـَــعَــتَـا، فَـــلْــيَـطْــرَ حِ الـشَّــكَّ وَ لْــيَــبْـنِ عَــلَى مَـااسْــتَــيْــقَـنَ ثُــمَّ سَـجَـدَ تَــيْـنِ قَـــبْــلَ أَنْ يـُـسَــلِّـمَ "Jikalau salah seorang diantaramu ragu-ragu dalam shalatnya, hingga tak tahu berapa raka'at yang sudah dikerjakannya, apakah tiga ataukah empat, maka baiknya ia menghilangkan mana yang diragukan dan menetapkan mana yang diyakini, kemudian sujud dua kali sebelum salam."(H.R.Muslim).
  • Kisah sesudah salam. Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan pula mengenai cerita Dzulyadain bahwa beliau pernah pula Sujud Sahwi sesudah salam.
  • Tergantung sebab. Adapun yang lebih utama ialah mengikuti sebab yang mengharuskan sujud sahwi tersebut. Maksudnya kalau datangnya sebab tadi sebelum salam, hendaklah sujud dilakukan sebelum salam, sebaliknya kalau diketahui sesudah salam, maka sujud itu pun dilakukan sesudahnya, sedang bagi hal-hal yang tidak termasuk dalam kedua keadaan di atas, boleh saja dipilih sesudah salam atau sebelumnya. Dan ini tanpa ada perbedaan apakah yang menyebabkan sujud itu berupa penambahan atau pengurangan raka'at. Hal ini berdasarkan keterangan Muslim dalam shahihnya bahwa Nabi saw. bersabda:  إِذَازَادَ الـرَّجُـلُ أَوْ نَــقَـصَ فَــلْــيَـسْـجُـدْ سَـجَـدَ تَــيْـنِ "Jikalau shalat seseorang terlebih atau terkurang, maka hendaklah ia sujud dua kali." 
  • Diawali bertakbir. Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum dan sesudah salam dan diawali bertakbir. dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainahفَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570). Contoh sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairahفَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudian beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573).
  • Pengulangan salam. Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imran bin Hushainفَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ. Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574).

2. Do'a Dalam Sujud Sahwi

Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi, 
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو 
Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa). 
Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, 
قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا : سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.”
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,
1. سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى -“Subhaana robbiyal a’laa” - [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi]
2. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” 
[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku].


3. Hal-Hal Yang Menyebabkan Dilakukannya Sujud Sahwi

  1. Mengucapkan salam sebelum sempurnanya shalat. Diterima dari 'Atha': "Bahwa Ibnu Zubair shalat Maghrib lalu memberi salam setelah menyelesaikan dua raka'at kemudian bangun menuju Hajar Aswad. Orang-orang mengucapkan tasbih dan ia pun bertanya: 'Ada apa?' Dan setelah mengerti maksud orang-orang itu, ia pun meneruskan shalatnya dan sujud dua kali. Peristiwa ini disampaikan kepada Ibnu Abbas r.a. maka ujarnya:Perbuatannya itu sesuai dengan sunnah Nabi saw." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar dan Thabrani).
  2. Kelebihan jumlah raka'at. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Jama'ah dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi saw."Pada suatu ketika beliau shalat Dhuhur, lalu ditanya: 'Apa kah rakat'at shalat ini memang ditambah?' Ujar beliau: 'Mengapa demikian'? Kata orang-orang itu: 'Anda telah melakukan shalat lima raka'at'. Maka beliau pun sujud dua kali setelah memberi salam itu'." Hadits ini menjadi bukti bahwa shalat yang terlebih jumlah raka'atnya karena lupa dan dalam raka'at ke-4 tidak duduk, maka shalat itu sah adanya.
  3. Lupa Tasyahud awal atau salah satu sunah shalat. Sebagaimana diriwayatkan olehJama'ah dari Ibnu Buhainah: "Bahwa Nabi saw. bershalat lalu setelah sampai dua raka'at terus berdiri. Orang-orang pun sama mengucapkan tasbih, tetapi beliau meneruskan shalatnya. Dan setelah selesai barulah beliau sujud dua kali kemudian memberi salam." Barang siapa yang lupa duduk pertama lalu ingat sebelum sempurna berdiri, hendaklah ia duduk kembali. Tetapi bila sudah sempurna berdirinya, maka ia tidak perlu duduk kembali. (H.R.Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Mughirah bin Syu'bah).
  4. Ragu-ragu jumlah raka'at shalat. Dari Abdurrahman bin 'Auf katanya: "Saya dengar Rasulullah saw. bersabda: 'Jika salah seorang di antaramu ragu dalam shalatnya, hingga ia tidak tahu, apakah baru seraka'at ataukah sudah dua raka'at, maka baiknya ditetapkannya seraka'at saja. Jika ia tidak tahu apakah dua atau sudah tiga raka'at, baiknya ditetapkannya dua raka'at. Dan jika tak tahu apakah tiga atau sudah empat raka'at, baiknya ditetapkannya tiga raka'at, kemudian hendaklah ia sujud bila shalat selesai di waktu masih duduk sebelum memberi salam, yaitu sujud Sahwi sebanyak 2 kali'." (H.R.Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi yang menyatakan sahnya). Dari Abu Sa'id al-Khudri, katanya: "Rasulullah saw. bersabda: 'Apabila slah seorang diantaramu ragu-ragu dalam shalatnya hingga tak tahu apakah sudah tiga ataukah empat raka'at, maka hendaklah ia menghilangkan keraguannya dan menetapkan saja apa yang telah diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum salam. Sekiranya ia telah melakukan lima raka'at maka sujud itulah yang menggenapkan shalatnya, dan sekiranya baru cukup empat raka'at, maka sujudnya itu adalah untuk menjengkelkan setan'." (H.R. Ahmad dan Muslim).Kedua hadits ini menjadi alasan bagi pendapat jumhur ulama bahwa seseorang yang ragu-ragu dalam bilangan raka'at, hendaklah ia menetapkan saja bilangan yang lebih sedikit yang diyakini, kemudian ia melakukan sujud sahwi.
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
 ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ 
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”